28 mei 2014 menjadi babak baru
bagi regulasi perkoperasian ditanah air. Kenapa ? Pada tanggal tersebut, Hakim
Mahkamah konstitusi melalui Putusan nya Nomor 28/PUU-XI/2013 telah menyatakan
bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Artinya apa, bahwa Undang-Undang No. 17 Tahun 2012
tersebut dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku. Selain pembatalan tersebut,
Mahkamah Konstitusi dalam amar putusan nya juga memutuskan bahwa Undang-Undang
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, kembali dinyatakan berlaku sebagai
Undang-Undang untuk sementara waktu.
Ada beberapa pertanyaan terkait dengan
pemberlakuan kembali Undang-Undang 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
meskipun dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 dinyatakan bahwa Undang-Undang
No. 25 Tahun 1992 dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Hakim MK dalam pertimbangan hukum nya, untuk
mengisi kekosongan hukum dan pada kenyataan nya bahwa Undang-Undang No. 17
Tahun 2012 tentang Perkoperasian di cabut secara keseluruhan, mengandung
pengertian bahwa seluruh pengaturan dalam Undang-undang tersebut dinyatakan di
cabut dan tidak mempunyai kekuatan hukum. sejak kapan di cabut, yaitu sejak
putusan MK di bacakan. Bagaimana dengan tindakan - tindakan hukum yang di
lakukan sesuai dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 sebelum putusan MK?
Putusan MK ini tidak menyatakan bahwa putusan tersebut berlaku mundur, artinya
tindakan hukum yang dilakukan sebelum putusan MK ini sah dan sesuai dengan UU
pada saat itu. Tetapi dengan di batalkan nya UU tersebut, segala hal yang
bertentangan dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 sebagai UU sementara, wajib
untuk di sesuaikan.
Karena sebagaimana putusan MK, permberlakuan
UU No. 25 Tahun 1992 adalah sementara waktu, maka penyusunan Rancangan
Undang-Undang Perkoperasian pengganti UU No. 25 Tahun 1992 dilakukan sesegera
mungkin untuk mengantisipasi kebutuhan akan pengaturan yang mengakomodir
perubahan perubahan yang terjadi.
Sejak Tahun 2014 telah dilakukan diskusi,
masukan-masukan dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Perkoperiasan
yang baru. Masukan-masukan di lakukan dengan melakukan FGD dengan beberapa
pemangku kepentingan koperasi di antara nya gerakan koperasi, praktisi
koperasi, dinas yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang koperasi,
pelaku usaha, tokoh-tokoh koperasi dan kementeriaan/lembaga yang terkait.
Rancangan Undang-Undang perkoperasian ini
adalah inisiatif pemerintah dan rancangan ini di sampaikan oleh Presideng
kepada Ketua DPR melalui Surat Nomor : R-48/Pres/07/2016 tanggal 26 Juli 2016
perihal Penyampaian RUU tentang Perkoperasian. Dalam rangka menindklanjuti
penyampaian RUU tersebut, Presiden telah menunjuk Menteri Koperasi dan UKM,
Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Keuangan, untuk bersama-sama atau
sendiri-sendiri mewakili Pemerintah dalam pembahasan RUU Perkoperaisan dengan
DPR. Selanjutnya, di mulailah pembahasan RUU dengan DPR yang dimulai dengan
Rapat Kerja KOmisi VI DPR dengan Menteri Koperasi dan UKM pada tanggal 19
Oktober 2016.
Pertanyaan yang kerap muncul dalam proses
pembahasan RUU Perkoperasian ini, apakah yang berbeda dengan Undang-Undang
Perkoperasian yang saat ini berlaku. Beberapa pengaturan yang baru dalam RUU
Perkoperasian ini, antara lain :
1.
Nilai dan prinsip koperasi sesuai dengan
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan disesuaikan dengan definisi, nilai dan
prinsip hasil konggres International Cooperative Alliance (ICA) Tahun 1995;
2.
Dalam hal pembentukan koperasi, pertama kali
dapat didirikan oleh minimal 9 (Sembilan ) orang;
3.
Dalam hal kewenangan pengesahan pendirian,
perubahan dan pembubaran koperasi, dilakukan oleh menteri yang meyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum;
4.
Pengaturan tentang rencana kerja dan rencana
anggaran pendapatan dan belanja koperasi;
5.
Pengaturan tentang koperasi syariah;
6.
Koperasi yang melaksanakan usaha simpan
pinjam atau usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah menghimpun dana dalam
bentuk tabungan dari anggota dan wajib memiliki izin dari
Menteri/gubernur/bupati/walikota;
7.
Dalam rangka melaksanakan penjaminan tabungan
anggota, Pemerintah Pusat menyelenggaraka penjaminan tabungan anggota;
8.
Pengawasan, pemantauan dan pemeriksaaan
koperasi lebih di intensifkan. Pengawasan internal koperasi dilakukan oleh
pengawas dan pengawasan ekternasl di lakukan oleh
Menteri/gubernur/bupati/walikota;
9.
Restrukturisasi koperasi dilakukan melalui instrument
Penggabungan, Peleburan, Pemisahan atau Penintegrasian;
10. Dalam
rangka menggordinasikan pemberdayaan koeprasi agar koperasi menjadi pilar utama
ekonomi nasional, Pemerintah Pusat menyusun kebijakan tentang rencana unduk
pembangunan perkoperasian nasional;
11. Pengaturan
sanksi administrasi dan ketentuan pidana.
Dalam hal penyusunan Rancangan Undang-Undang
Perkoperasian ini di harapkan dapat mengakomodir seluruh kebutuhan
perkoperasian. Gerakan koperasi, masyarakat dan pemerintah di harapkan dapat
melaksanakan Undang-undang ini bilamana nanti telah di undangkan. Tidak ada
yang sempurna, tapi dengan pemahaman yang benar akan pengaturan perkoperasian,
maka di harapkan koperasi dapat berkembang dan sejajar dengan badan hukum
lainnya sebagai penggerak ekonomi nasional.
Komentar
Posting Komentar