ARAH PENGATURAN RANCANGAN UNDANG UNDANG PERKOPERASIAN

 

ARAH PENGATURAN RUU PERKOPERASIAN

 

 

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perkoperasian sebagai pegganti dari Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-Undang Perkoperasian yang baru perlu segera di susun di karenakan Undang-Undang yang ada saat ini sudah berumur 30 tahun dan sudah tidak lagi dapat memenuhi perkembangan kondisi saat ini.

Sebelum nya di tahun 2012, telah di undangkan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, namun telah di batalkan oleh MK secara keseluruhan melalui Putusan MK No. 28/PUU-XI/2013. Sejak saat itu, untuk mengisi kekosongan hukum maka berdasarkan amar putusan MK, maka Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian di putuskan kembali berlaku untuk sementara waktu sampai dengan adanya Undang-Undang Perkoperasian yang baru.

Pada tahun 2018, Pemerintah sebenar nya telah mengajukan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian sebagai pengganti Undang-Undang No. 25 Tahun 1992. Dan pembahasan sudah selesai sampai dengan tahap pembahasan Tingkat I (pertama) di Komisi. Namun tidak berlanjut ke tahap paripurna di karenakan ada substansi belum di sepakati dan perlu di perdalam di Internal Pemerintah.

Upaya pemerintah untuk lebih memberikan peran kepada Koperasi sebagai pelaku ekonomi perlu di atur sedemikian rupa dengan menyempurnakan regulasi yang ada saat ini. Selain itu beberapa permasalahan hukum yang berhubungan dengan koperasi simpan pinjam  mendorong pemerintah untuk segera mengatur terkait dengan pengawasan terhadap aktivitas Koperasi Simpan Pinjam yang dalam prakteknya banyak menyimpang dari ketentuan perundang-undangan dan jauh dari nilai dan prinsip Koperasi.

Koperasi yang bermasalah, gagal bayar simpanan anggota koperasi dan praktek praktek shadow banking yang banyak dilakukan oleh oknum Koperasi Simpan Pinjam, telah mencoreng hakekat koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional dan menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada koperasi.

Oleh karena itu, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi telah menyusun Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang baru pengganti daripada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Pengajuan Rancangan Undang-Undang ini tidak melalui mekanisme Program Legislasi Nasional (Prolegnas) namun menggunakan mekanisme komulatif terbuka di karenakan pengajuan RUU ini berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi dimana Rancangan Undang-Undang dapat di ajukan oleh Pemerintah kapan saja sepanjang segala persyaratan pengajuan UU telah di penuhi. Pembahasan di DPR dapat melalui mekanisme Komisi maupun Pansus.

Berdasarkan perencanaan yang telah di lakukan, RUU Perkoperasian diharapkan dapat di selesaikan dan di undangkan pada tahun ini. Oleh karena itu Menteri Koperasi dan UKM telah membentuk Tim Pembahasan Antar Kementerian (PAK) yang anggota nya terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga. Begitu juga dalam penyusunan substansi pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang Perkoperasian tersebut, Kementerian Koperasi telah melakukan banyak partisipasi publik dengan melibatkan para akademisi, gerakan koperasi dan Kementerian/Lembaga.

ARAH PENGATURAN RUU PERKOPERASIAN

1.       RUU Perkoperasian  harus mampu memberikan lapangan bermain bagi Koperasi untuk tumbuh kembang, dengan teguh menerapkan jati diri Koperasi.

2.       RUU Perkoperasian harus memberikan penguatan kelembagaan dan usaha Koperasi, dengan mengembangkan  ekosistem Koperasi untuk mendukung pertumbuhan usaha Koperasi secara berkelanjutan.

3.       RUU Perkoperasian harus menjadi instrument untuk modernisasi Koperasi Indonesia, dan sekaligus memberikan pelindungan bagi Koperasi dan Anggotanya, serta menjadikan Koperasi sebagai salah satu ‘soko guru’ perekonomian nasional.

4.       RUU Perkoperasian harus menjadi wahana pengarus-utamaan Koperasi dalam tatanan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Indonesia . Koperasi harus menjadi ‘gaya hidup’ masyarakat Indonesia.

5.       RUU Perkoperasian momentum mensosialisasikan Koperasi secara luas, dan merevitalisasi  pemahaman masyarakat mengenai Koperasi yang lebih positif, serta menata ulang perkoperasian Indonesia.

Pengaturan yang sangat krusial di atur adalah terkait dengan Pengawasan Koperasi Khususnya Koperasi Simpan Pinjam di mana dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian tidak di atur tentang Pengawasan kepada Koperasi. Hal ini lah yang menyebabkan banyak nya permasalahan koperasi terutama yang jumlah anggotanya lebih dari 1,000 an orang.

PENGAWASAN USAHA SIMPAN PINJAM KOPERASI

1.       Pengawasan Koperasi dilakukan oleh Pengawas Internal Koperasi, tapi pengawasan usahanya dilakukan oleh Kementerian/ Lembaga/ Dinas yang memberikan ijin. 

2.       Usaha simpan pinjam Koperasi ijinnya dari Kementerian Koperasi dan UKM (OPK ke depannya), sehingga pengaturan dan pengawasannya dilakukan oleh OPK. Jadi yang diawasi KemenKop/ OPK adalah usaha simpan pinjamnya, bukan Koperasinya.

3.       Pengurus dan Pengawas Koperasi adalah pemilik dan pengguna jasa Koperasi, sehingga besar potensi terjadinya konflik kepentingan, sehingga usaha simpan pinjam Koperasi perlu diawasi oleh pengawas eksternal, untuk menjaga kredibilitasnya.

4.       Ada banyak model pengawasan jasa keuangan Koperasi. Di Jerman diawasi oleh bank sentral, sedang di Amerika di awasi oleh National Credit Union Administration (model yang akan diadaptasi untuk OPK).

5.       Hampir semua Lembaga Pengawas Koperasi memiliki kewenangan untuk mewajibkan Koperasi menyusun rencana pemenuhan modal, membatasi kegiatan usahanya, memberikan sanksi administrative, denda, dan  memproses sanksi pidana untuk setiap pelanggaran ketentuan perundang-undangan, serta mengganti Pengurus/ Pengawas Koperasi.

Untuk memastikan layanan Koperasi Simpan Pinjam dapat berjalan dengan baik dan menciptakan kepercayaan anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, maka pemerintah selayaknya membentuk ekosistem dalam pelaksanaan layanan Koperasi Simpan Pinjam. Adapun lembaga/badan yang masuk dalam ekosistem tersebut yaitu pembentukan Otoritas Pengawas Koperasi, Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi dan Komite Penyehatan Koperasi.

Otoritas Pengawas Simpan Pinjam Koperasi (OPK)

Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam

100

v Perizinan, pengaturan, dan pengawasan usaha simpan pinjam Koperasi dilakukan oleh Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam dibawah Menteri.

v Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam harus dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak UndangUndang ini diundangkan.

Tujuan Pembentukan Otoritas Pengawas

101

v Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam dibentuk dengan tujuan:

  1. melindungi kepentingan Koperasi, Anggota Koperasi dan masyarakat;
  2. melaksanakan sistem pengawasan usaha simpan pinjam Koperasi yang efektif, akuntabel, transparan dan teratur; dan
  3. mewujudkan usaha simpan pinjam Koperasi dikelola secara profesional untuk mendukung inklusi keuangan masyarakat, dan menjadi bagian sistem keuangan nasional yang tumbuh secara bekelanjutan, stabil dan melaksanakan jati diri Koperasi.

Fungsi Otoritas Pengawas

102

v Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam berfungsi:

  1. memberikan perlindungan terhadap Koperasi, Anggota, dan masyarakat;
  2. menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan usaha simpan pinjam Koperasi secara terpadu; dan
  3. memberikan landasan untuk mewujudkan Koperasi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh.

Tugas Otoritas Pengawas

103

v Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam bertugas:

  1. mengatur dan melakukan pengawasan terpadu usaha simpan pinjam Koperasi;
  2. melaksanakan kebijakan pengembangan usaha simpan pinjam Koperasi sebagai industri keuangan yang modern sebagai bagian dari pengembangan ekosistem Koperasi yang menerapkan jati diri Koperasi;
  3. mendukung pelaksanaan kebijakan pengintegrasian usaha simpan pinjam Koperasi;
  4. mengajukan permohonan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang dari Koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam; dan
  5. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara yang diduga merupakan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang ini.

Wewenang Otoritas Pengawas

104

v Otoritas Pengawas Koperasi Simpan Pinjam mempunyai wewenang:

  1. menerbitkan izin usaha simpan pinjam Koperasi;
  2. menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan badan pengawas simpan pinjam Koperasi;
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan usaha simpan pinjam Koperasi;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas badan pengawas simpan pinjam Koperasi;
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam dan pihak tertentu;
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam;
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban;
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi; dan
  10. mencabut izin usaha simpan pinjam Koperasi.

 

Ada 3 Undang-undang yang terkait dengan pelaksanaan pengawasan usaha simpan pinjam, yaitu:

(1)RUU- Perkoperasian,

(2) UU-P2SK sebagai bottom line sistem pengawasan usaha simpan pinjam, dan

(3) UU Pemerintahan Daerah.  Ketiganya perlu diperhatikan dan diselaraskan.  Ini tantangan utama dalam merumuskan norma pengawasan usaha simpan pinjam.

Ada beberapa hal yang perlu dididiskusikan berkaitan dengan OPK, antara lain:

  1. Apakah OPK sebagai lembaga yang terpisah, diluar Kementerian Koperasi, atau bagian dari Kementerian Koperasi?
  2. Apakah polanya seperti OJK atau National Credit Union Administration di Amerika Serikat?
  3. Apakah pembiayaannya sepenuhnya dari pemerintah (APBN) atau ada bagian kontribusi dari Koperasi?
  4. Bagaimana komposisi Pimpinan OPK, misalnya wakil KemenKop, Gerakan Koperasi dan wakil Pemangku Kepentingan?   Bagaimana pemilihannya?  Berapa Lama Masa Jabatan Pimpinannya?  Apakah serentak atau berbeda periode masa kerja pimpinannya, untuk menjaga kesinambungan kepemimpinan OPK?
  5. Bagaimana mekanisme kerja OPK?   Bagaimana status kepegawaian OPK?
  6. Bagaimana koordinasi dan pembagian tugas pengawasan dengan Dinas Koperasi Propinsi dan Kabupaten/ Kota?
  7. Apa yang paling diharapkan oleh Gerakan Koperasi dan Dinas Propinsi/ Kabupaten/ Kota mengenai OPK?
  8. Apa yang paling dikawatirkan oleh Gerakan Koperasi dari keberadaan OPK?
  9. Hal-hal lain yang dinilai penting untuk diperjelas pengaturannya oleh pemangku kepentingan?

Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi (LPS Koperasi)

  1. Penjaminan simpanan anggota Koperasi dapat dilakukan secara mandiri oleh gerakan Koperasi dalam bentuk jejaring Koperasi Sekunder, atau secara public.
  2. Di Eropa dan Brazil, Koperasi diminta menyisihkan dana cadangan, sehingga dianggap penjaminan dilakukan secara mandiri (privat).
  3. Di Amerika Serikat, penjaminan dilakukan secara public, terutama penjaminan diarahkan kepada penyimpan dana yang dinilai memiliki literasi keuangan yang kurang baik, sedang penyimpan dana yang dinilai memiliki literasi keuangan yang baik tidak memperoleh jaminan, karena telah dapat memperhitungkan tingkat return dan risikonya.
  4. Penjaminan simpanan secara publik untuk sektor keuangan umumnya dilakukan dengan syarat ada lembaga pengawas yang efektif dan industrinya telah memiliki tata kelola yang baik.

Isu yang Perlu Didiskusikan:

        Bagaimana dengan penjaminan simpanan anggota Koperasi yang akan dibentuk, model privat atau public?  Berapa simpanan yang dijamin, misalnya Rp 100 juta?

        Berapa preminya? Apakah hanya untuk KSP/ KSPPS, atau mencakup USP? 

        Apakah ada kriteria khusus untuk mengikuti program penjaminan simpanan anggota?

Komite Penyehatan Usaha Simpan Pinjam Koperasi (KPK)

Fungsi dari Komite Penyehatan Usaha Simpan Pinjam Koperasi adalah :

a.       penetapan kebijakan pencegahan permasalahan usaha simpan pinjam Koperasi;

b.       koordinasi penanganan usaha simpan pinjam Koperasi yang bermasalah;

c.       koordinasi penanganan penyehatan usaha simpan pinjam Koperasi; dan

d.       penanganan usaha simpan pinjam Koperasi yang gagal bayar.

Isu yang Perlu Didiskusikan:

1.       Apakah Komite Penyehatan Koperasi ini diperlukan? Apakah perannya seperti KSSK, atau ada peran lainnya?

2.       Bagaimana cara menghindari potensi terjadinya moral hazard Koperasi tidak melemparkan masalahnya kepada KPK?

3.       Apakah ada kelembagaan ekosistem usaha simpan pinjam lainnya yang diperlukan, misalnya: Apex, atau pengaturan Inovasi Teknologi Perkoperasian?

Komentar

Postingan Populer