Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Pemberdayaan UMKM
Beberapa waktu belakang ini, sejak pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, ada 1 frasa yang sering di bicarakan oleh masyarakat dan khusus nya di Kementerian dan Lembaga, yaitu Omnibus Law. Istilah Omnibus Law ini ramai di bicarakan terutama setalah Pidato Presiden RI pada sidang paripurna MPR RI dalam rangka Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024 pada tanggal 20 Oktober 2019, menyampaikan " Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua UU besar. Yang pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Yang Kedua, UU Pemberdayaan UMKM.Masing-masing UU tersebut akan menjadi Omnibus Law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU".
Sebelum masuk kepada kedua Omnibus Law tersebut, perlu di sampaikan, apa itu Omnibus Law. Omnibus Law merupakan metode atau konsep pembuatan peraturan yang
menggabungkan beberapa aturan yang
substansi pengaturannya berbeda, menjadi suatu peraturan besar yang
berfungsi sebagai payung hukum (umbrella
act).
Dan ketika peraturan itu diundangkan berkonsekuensi mencabut beberapa aturan hasil penggabungan dan substansinya selanjutnya dinyatakan tidak berlaku, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan.digunakan di
Indonesia untuk penyeragaman kebijakan pusat dan daerah
dalam menunjang iklim investasi. Omnibus
law menjadi cara singkat sebagai solusi peraturan perundang-undangan yang
saling berbenturan, baik secara
vertical maupun horizontal
terutama yang
menghambat mengatasi masalah cipta lapangan kerja,
UMKM, dan investasi.
Meski Indonesia menganut sistem hukum civil law, sementara omnibus law lahir dari tradisi sistem hukum common law, namun dalam dunia digital ecosystem dan global governance,
tidak ada salahnya Indonesia menerobos ruang batas ini. Filipina telah
mulai mereformasi hukum dalam konteks investasi dengan menerbitkan The Omnibus Investment Code. Selanjutnya, Vietnam mempelajari teknik pembuatan omnibus law, sebagai bagian dari reformasi regulasi yang dilakukannya.
Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan perlunya di susun umbrella act atau aturan payung atau omnibus law :
- UMKM merupakan salah satu pilar perekonomian penting di Indonesia. Jumlah UMKM sebanyak 64,3 juta atau 99% usaha yang di Indonesia adalah UMKM dengan serapan tenaga kerja sebesar 97%. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa bagi penopang ekonomi nasional;
- Terdapat banyak sekali Kementerian/ Lembaga (K/L) yang memiliki kegiatan untuk mengembangkan UMKM;
- Terdapat masalah koordinasi antar-K/L dalam mengembangkan UMKM;
- Adanya duplikasi program antar-K/L dalam pengembangan UMKM, sehingga membuat pengembangan UMKM tidak efektif, juga menciptakan inefisiensi anggaran;
- Dengan pemberlakuan Omnibus Law Mini PP 24/2018 ternyata masih banyak hambatan terkait proses perizinan karena di atur dalam tataran UU;
- Kriteria UMKM berbeda oleh masing-masing K/L;
- Adanya UU terkait UMKM yang tumpang tindih; (Menurut data dari Kemenko Perekonomian ada 74 UU terkait UMKM
Beberapa ketentuan yang menghambat investasi selama ini yang akan di ubah (License Approach) :
- setiap kegiatan usaha dipersyaratkan memiliki Izin;
- Obesitas regulasi dan jenis ijin;
- Pengaturan dalam NSPK tidak standar dan belum semua memiliki durasi waktu;
- Pelaksanaan pengawasan kegiatan usaha tidak standar dan belum otimal
Akan diubah berdasarkan pendekatan resiko (Risk Based Approach) :
- Pelaku usaha memproses perizinan sesuai indikasi resiko kegiatan usahanya;
- Regulasi berusaha berbasis resiko adalah pemberian perizinan berusaha dan pelaksanaan pengawasan berdasarkan tingkat resiko usaha dan/atau kegiatan;
- Regulasi mengarah kepada penentuan tingkat resiko dan jenis perizinan yang diperlukan;
- mendorong Kementerian dan Lembaga untuk memiliki data kepatuhan pelaku usaha terhadap pelaksanaan kegiatan usaha sebagai dasar pengawasan yang efisien dan efektif.
UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang selama berlaku selama ini sudah banyak tidak sesuai dengan perkembangan perekonomian saat ini. Ketentuan mengenai kriteria UMKM yang dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM di dasarkan pada asset dan Omzet, ternyata di ketentuan sektor lain, berbeda. Hal ini tentunya menimbulkan kebingungan dalam mengambil kebijakan terkait UMKM sektor.
Diharapkan dengan Omnibus Law ini, halangan, perbedaan dan pertentangan pengaturan UMKM dapat di cabut dan di apa yang masih sesuai dalam pengaturan UU N0. 20 Tahun 2008, akan di perkuat dalam pengaturan pasal-pasal RUU Omnibus law.
Komentar
Posting Komentar